Tentang “sederhana”

by Juanita

Ketika pagi ini membuka buku “Oase Bagi Setiap Kegelisahan” tentang Asmara Nababan yang sudah lama tidak saya buka, bagian pertama yang saya lihat adalah mengenai bagaimana Asmara hidup dengan prinsip “sederhana”. Bahwa sederhana bukan berarti tidak ada ambisi atau malas atau tidak ada tuntutan. Bahwa sederhana berarti hidup dengan “berkecukupan”.

Ini mengingatkan saya tentang “Teologi Keseimbangan” dari buku “Selagi Masih Siang”, otobiogafi yang  ditulis oleh SAE Nababan, abang dari Asmara Nababan. Pada intinya, buah pikiran teologis ini mengolah gagasan mengenai keseimbangan antar manusia. Teori teologi ini menolak kesenjangan dan ketidakadilan karena “kerakusan” dan adanya rasa “tidak pernah cukup”dari segelintir manusia yang mendorong mereka untuk terus mengumpulkan dan menimbun sumber daya dan kekayaan, tanpa perduli akan manusia yang lain. Pada halaman 237 buku tersebut, rumusan Rasul Paulus tentang keseimbangan dikutip; suatu formulasi konsep yang merujuk pada Keluaran pasal 16:18 “orang yang mengumpulkan banyak tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit tidak kekurangan”.  Dalam salah satu acara diskusi tentang buku yang ditulis SAE Nababan tersebut, pertanyaan yang saya sampaikan hanya satu: “Apa definisi “cukup”?” Jawaban yang saya dapatkan dari penulis adalah kutipan yang saya sebut diatas.

Berangkat dari diskusi tersebut, dan  membaca kembali tulisan-tulisan dalam buku “Oase” mengingatkan saya akan ide mengenai kesederhanaan. Bahwa dengan berkonsentrasi pada salah satu esensi terpenting dalam kehidupan manusia, yang menurut saya adalah hak hakiki untuk dapat berkehidupan bebas dari ketakutan dan tekanan, maka kita dapat membebaskan diri dari berbagai beban tidak penting yang menahan langkah kita. Beban-beban tersebut termasuk prestige atau gengsi, tekanan untuk menimbun kekayaan material, serta kemunafikan. Hidup dengan sederhana memberi kita kebebasan untuk berkonsentrasi kepada hal-hal yang esensial dalam kehidupan kita yang fana ini: mencintai orang lain seperti kita mencintai diri sendiri, memberi dan tidak hanya menerima, serta apresiasi bahwa hidup ini adalah berkat dan bukanlah beban.

Berangkat dari pemikiran dan prinsip hidup kedua abang adik ini, saya berdoa semoga tulisan pendek ini dapat memberi insipirasi bagi para pembaca agar bersama-sama dengan saya melakukan refleksi dan menumbuhkan keberanian untuk mempertanyakan hal-hal dalam hidup yang selama ini kita terima begitu saja sebagai sesuatu yang sudah semestinya.

Penulis: Juanita Nababan

You may also like

Leave a Comment