Tentang “Sederhana” (2)

by Juanita

Atribut “sederhana“ terus menyibukkan pikiran saya. Menyambung tulisan saya yang pertama, saya ingin kembali ke tema tersebut. 

Salah satu hal yang saya paling ingat dari Asmara Nababan adalah ucapannya, mengutip injil Matius, bahwa burung-burung di langit saja dipelihara Tuhan. Bagian ini saya baca ulang di dalam buku ”Oase“. Pada masa itu, terkadang muncul impuls di kepala ketika mendengar kalimat tersebut: “this doesn‘t really make sense, since we are human-beings and not birds“. Butuh waktu lama dan berbagai pengalaman hidup untuk memahami esensi dari kalimat atau tepatnya “ide“, tersebut.

Asmara Nababan adalah personifikasi ide “sederhana“: dia adalah pribadi yang sederhana, konsisten dengan hal-hal yang penting dan berani untuk berkonsentrasi pada hal-hal yang penting dan dengan tenang mengenyampingkan hal-hal yang menurutnya tidak esensial. 

Sesungguhnya ide ini sangat membebaskan. Membebaskan in the sense: apabila kita melepaskan diri dari belenggu hal-hal yang tidak penting, tidak esensial, dan dangkal, kita bisa hidup sebagai manusia bebas. Apalagi yang paling berharga dalam kehidupan kita yang sementara di dunia ini, kecuali “kebebasan“, to be free? Bebas dari tekanan dan bebas dari ketakutan.

Butuh keberanian memang untuk sungguh berefleksi bahwa: “What you don‘t have, you don‘t need,“ dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan.

Nothing is man’s business, what does not concern him as man, what is neither demanded nor promised by human nature, and what contributes nothing to its perfection – which therefore also cannot be an end of human striving or be called a good, i.e. a means to reach this end.

With me I always carry my property: goodness and justice, which no one can take from me”

(“Meditation“ VII/42, Marc Aurel)

Penulis: Juanita

You may also like

Leave a Comment