Tanggal 28 Oktober besok adalah genap 10 tahun meninggalnya Bang Asmara Nababan. Bu Magda, istri almarhum Bang As, meminta saya menuliskan kenangan yang pernah saya alami bersama almarhum. Ada banyak kenangan saya dengan Almarhum Bang As dan apa yang beliau lakukan sangat membekas dan menjadi teladan juga untuk ditiru.
Almarhum Bang As dikenal sangat tegas dan galak. Galak dan tegas jadi agak saru, karena beda tipis banget … Kalau marah, semua staff nggak ada yang berani bantah … dengan suara khas Bataknya yang kencang kalo teriak, pasti bikin ciut hati yang mendengarnya. Namun, dibalik kegalakan dan suaranya yang kencang itu, sebenarnya hatinya rinto … segalak-galaknya Bang As, tapi kalau lihat saya, luluh hatinya dan nggak akan bisa beliau teriak-teriak, yang ada suaranya akan melembut dan pelan bicaranya.
Pada awal saya masuk, Alm. Bang As menyerahkan password emailnya kepada saya dan meminta saya untuk mengecek emailnya setiap hari. Bukan hanya mengecek, tapi diminta membalas semua email yang masuk, baik email kerjaan maupun email pribadi. Saya bukan sekretaris tentunya (tak punya bakat juga jadi sekretaris), tapi entah kenapa, beliau mempercayakan saya untuk mengecek dan membalas email-emailnya. Emailnya sudah pasti bukan cuma dari Indonesia, tetapi juga dari teman dan jaringannya di luar negeri sana. Beliau nggak pernah ngasih tahu harus jawab seperti apa, karena soal jawab menjawab, diserahkan sepenuhnya pada saya. Kepercayaan almarhum pada saya yang membuat saya heran plus kagum. Kok bisa mempercayakan emailnya kepada anak bawang seperti saya ini. Lewat caranya yang unik, almarhum sedang mendidik saya untuk banyak hal: pertama, menguji kemampuan saya dalam berbicara dengan siapapun (baik orang Indo maupun orang asing) walau hanya lewat email; kedua, menguji kejujuran saya lewat email tersebut dan ketiga menguji keberanian saya, karena setiap hari bang As akan mengecek apakah email2nya sudah dibalas dan apa yang saya tulis di email-email tersebut. Dan kalau dia nggak yakin, dia akan tanya “apa iya seperti itu De ? coba jelaskan ke saya”. Dan saya akan menjelaskan kenapa saya jawab email seperti itu beserta argumen-argumennya. Dan beliau hanya menjawab “oh gitu, baiklah”. Dan selama saya menjawab email2 itu, tidak pernah sekalipun beliau mengatakan saya salah dengan balasan-balasan saya itu. He gave me the freedom to express and to say what I wanna say through his email. Buat saya sikap Almarhum menunjukan respect dan menghargai saya sekalipun saat itu saya masih anak bawang banget dan baru terjun dalam dunia kerja yang beneran.
Penulis: Siti Dorojatul Aliah (Dette), mantan staf INFID