Hujan cukup deras ketika taksi melaju ke Ulujami. Hari ini aku janjian dengan Ibu Magda untuk mengambil beberapa foto Bang As sebagai bahan dalam penerbitan buku di rumahnya. Berharap tiba sekitar 13.30 WIB tapi setiba di Ulujami, Jalan H. Ridi belum juga ketemu. Supir taksi beberapa kali bertanya arah jalan pada orang – orang yang berada jalanan.
Nampaknya ada hajatan atau acara pernikahan di Jalan Haji Ridi. Taksi tak bisa masuk hingga depan rumah Bang As. Meskipun yakin rumah yang dituju, aku pastikan bertanya pada sekelompok anak muda yang duduk dibawah pohon mangga, tempat mangkal ojek. Rumah bernomor 90 nampak sepi. Pembantu Bang As keluar membukakan pagar rumah. Ia mempersilahkan masuk. Perempuan setengah baya yang telah mengabdi selama 20 tahun pada Bang As tersenyum ramah.
Ibu Magda lebih segar, ia terlihat sudah lebih baik. Rumah Bang As telah ditata kembali seperti biasa. Pernak pernik serta foto- foto didinding membuatku tak jauh dari Bang As. Foto kematian Bang As telah dibuatkan albumnya. Bahkan semenjak beliau dirawat di rumah sakit Gading Pluit hingga Rumah Sakit Fuda. Bang As memang kuat. Sejak tiba di Guang Zhou hingga menghembuskan nafas terakhir terlihat dari deretan foto yang dikemas Nita dan Aviva anak – anaknya.
Rumah seketika menjadi ramai. Saudara – saudara Bang As dan Ibu Magda datang untuk acara di rumah. Aku tak sempat bertanya tentang acaranya. Setelah beberapa foto aku dapat, langsung saja pamit. Aku akan ke Tanah Kusir, menjenguk Bang As.
Nyekar. Blok AAI, Petak 225 Blad 139. Alamat baru Bang As yang diberikan Ibu Magda. Turun dari Taksi, membeli mawar putih dan dua plastik kembang. Waktu hampir menunjukan pukul 16.00 WIB. Tempat peristirahatan Bang As tak sulit dicari. Nisan dan rumput sudah di tata. Bahkan disamping Bang As, ada tetangga baru.
Aku berdoa, menyanyi dan berbincang dengan Bang As. Maaf Bang As, aku masih juga menangis. Angin yang bertiup di sore yang berkabut. Harum kembang tercium. Para pembersih kuburan nampak sibuk di blok lainnya. Aku yakin Bang As berada dengan tenang di Surga. Beliau selalu dihati.
Penulis: Inggrid Silitonga (Mantan Direktur Lembaga Kajian Demokrasi dan Hak Asasi (Demos)), pertama dipublikasikan di blog Tunjuk Satu Bintangku