• Home
  • Tentang Asmara Nababan
    • Awal Kehidupan
    • Pendidikan
    • Riwayat Pekerjaan
    • Kegiatan Lainnya
  • Warisan Pemikiran
    • Meniti Ombak Mewujudkan Kemanusiaan
    • Oase Bagi Setiap Kegelisahan
    • HAM dan Pembangunan
    • Demokrasi dan Tata Negara
    • Pendidikan dan Seni
  • Living Legacy
    • Arsip Video
    • Arsip Foto
    • Doa untuk Bang As & Bangsa
    • Kenangan & Buah Pemikiran Tentang Bang As
    • Kirim Tulisan
  • Info Kegiatan
  • id ID
    • id ID
    • en EN
Asmara Nababan
keep your memories alive

Blog

Blog

10 Tahun Mengenang Almarhum Asmara Nababan (Bag. 1)

by hambali 26/10/2020
written by hambali

Tanggal 28 Oktober besok adalah genap 10 tahun meninggalnya Bang Asmara Nababan. Bu Magda, istri almarhum Bang As, meminta saya menuliskan kenangan yang pernah saya alami bersama almarhum. Ada banyak kenangan saya dengan Almarhum Bang As dan apa yang beliau lakukan sangat membekas dan menjadi teladan juga untuk ditiru.

Almarhum Bang As dikenal sangat tegas dan galak. Galak dan tegas jadi agak saru, karena beda tipis banget … Kalau marah, semua staff nggak ada yang berani bantah … dengan suara khas Bataknya yang kencang kalo teriak, pasti bikin ciut hati yang mendengarnya. Namun, dibalik kegalakan dan suaranya yang kencang itu, sebenarnya hatinya rinto … segalak-galaknya Bang As, tapi kalau lihat saya, luluh hatinya dan nggak akan bisa beliau teriak-teriak, yang ada suaranya akan melembut dan pelan bicaranya.

Pada awal saya masuk, Alm. Bang As menyerahkan password emailnya kepada saya dan meminta saya untuk mengecek emailnya setiap hari. Bukan hanya mengecek, tapi diminta membalas semua email yang masuk, baik email kerjaan maupun email pribadi. Saya bukan sekretaris tentunya (tak punya bakat juga jadi sekretaris), tapi entah kenapa, beliau mempercayakan saya untuk mengecek dan membalas email-emailnya. Emailnya sudah pasti bukan cuma dari Indonesia, tetapi juga dari teman dan jaringannya di luar negeri sana. Beliau nggak pernah ngasih tahu harus jawab seperti apa, karena soal jawab menjawab, diserahkan sepenuhnya pada saya. Kepercayaan almarhum pada saya yang membuat saya heran plus kagum. Kok bisa mempercayakan emailnya kepada anak bawang seperti saya ini. Lewat caranya yang unik, almarhum sedang mendidik saya untuk banyak hal: pertama, menguji kemampuan saya dalam berbicara dengan siapapun (baik orang Indo maupun orang asing) walau hanya lewat email; kedua, menguji kejujuran saya lewat email tersebut dan ketiga menguji keberanian saya, karena setiap hari bang As akan mengecek apakah email2nya sudah dibalas dan apa yang saya tulis di email-email tersebut. Dan kalau dia nggak yakin, dia akan tanya “apa iya seperti itu De ? coba jelaskan ke saya”. Dan saya akan menjelaskan kenapa saya jawab email seperti itu beserta argumen-argumennya. Dan beliau hanya menjawab “oh gitu, baiklah”. Dan selama saya menjawab email2 itu, tidak pernah sekalipun beliau mengatakan saya salah dengan balasan-balasan saya itu. He gave me the freedom to express and to say what I wanna say through his email. Buat saya sikap Almarhum menunjukan respect dan menghargai saya sekalipun saat itu saya masih anak bawang banget dan baru terjun dalam dunia kerja yang beneran.

Penulis: Siti Dorojatul Aliah (Dette), mantan staf INFID

26/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Blog

10 Tahun Mengenang Almarhum Asmara Nababan (Bag. 2)

by hambali 26/10/2020
written by hambali

Sekalipun beliau sibuk rapat diluar (karena waktu itu beliau juga menjabat sbg sekjen Komnas HAM), tapi selalu menyempatkan diri untuk makan siang di kantor. Kami selalu makan siang bersama, karena itu adalah saat-saat dimana kami semua bisa saling bercerita dan mengecek pekerjaan-pekerjaan yang masih belum tertangani. Saya makan agak lambat hari itu dan teman-teman sudah selesai makan dan meninggalkan meja makan. Namun Almarhum Bang As masih tetap duduk menemani saya, ketika saya sudah hampir selesai makan, beliau hendak bangun, tapi sebelum bangun almarhum bertanya “Sudah selesai makannya De ? kalau kamu sudah selesai, abang mau pergi lagi, karena harus rapat lagi di Komnas HAM”. Saya kaget “jadi abang nungguin saya makan ?”. “Iya, saya nunggu kamu selesai makan dulu, kalau sudah selesai, saya bisa pergi”.

Ya Allah, saya nggak menyangka, ada boss yang nungguin anak buahnya selesai makan, dan ngebela-belain nungguin saya selesai makan ketimbang segera bergegas untuk rapat. Boss yang baik hati bangetttttt …. jarang ada boss yang kayak begini …

Beliau bukan hanya mempercayakan emailnya kepada saya, tetapi juga keuangan lembaga yang dipegang oleh Sekretaris kantor harus saya pegang dan kelola juga saat sekretaris kami merayakan natal di kampungnya. Saya juga harus merangkap menjadi sekretaris dan bendahara. Setiap Jum’at, Almarhum akan duduk bersama saya dan menanyakan pengeluaran kantor selama seminggu ini apa saja dan berapa uang yang tersisa. Kali ini beliau mendidik saya untuk juga mengerti keuangan dan tahu bagaimana membuat laporan keuangan. Lagi-lagi kejujuran yang hendak diajarkan, karena saya memegang uang kas yang tidak kecil jumlahnya.

Penulis: Siti Dorojatul Aliah (Dette), mantan staf INFID

26/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Blog

10 Tahun Mengenang Almarhum Asmara Nababan (Bag. 3)

by hambali 26/10/2020
written by hambali

Segalak-galaknya Bang As, kalau saya cerewetin, pasti beliau nurut. Nggak ada yang berani “marahin” bang As, terutama menegur kebiasaan merokoknya yang kayak sepur itu (alias nggak berhenti-berhenti merokok). Satu hari disaat kami rapat besar (maksudnya dihadiri oleh semua partisipan dari Indonesia), beliau lagi ngobrol dengan teman2nya dan tiba2 beliau batuk2. Suara batuknya menunjukkan kalau efek rokok sudah merusak parunya dan menyebabkan banyak lendir di kerongkongannya. Saya bawakan beliau air putih dan tanpa mengindahkan orang2 disekitarnya, saya sodorkan air itu “Minum dulu Bang As, supaya nggak gatel tenggorokannya dan setelah ini, Bang As harus berhenti merokok ya, karena lihat itu batuk Bang As, sudah nggak sehat lagi batuknya, ini bukan batuk biasa … abang nggak pengen sakit lebih parah lagi khan?”.

Ditegur seperti itu di depan teman-temannya tidak membuat beliau terhina harga dirinya atau dijatuhkan kehormatannya sebagai boss. Beliau malah menjawab “Iya De … Iya”.  Dan semua teman-temannya melongo, karena mungkin mereka berpikir Bang As akan marah karena “digurui” oleh anak bawang ini. Ternyata mereka keliru, bukannya marah, Almarhum malah pasrah dan nurut malah.  

Dan benar saja bacaan saya, Bang As akhirnya harus menyerah kalah oleh kanker paru yang menggerogoti parunya. Efek racun rokok membuat Bang As yang perkasa dan bernyali baja itu kehilangan kekuatannya secara perlahan namun pasti. Saya sempat menjenguk beliau disaat beliau sakit dan seperti biasa, nggak enak rasanya kalo nggak “ngajarin” Alm. Bang As. Sebagai orang yang pernah menangani pasien kanker, saya kasih tips2 ke Bang As bagaimana menyikapi penyakit ini. Dan seperti biasanya, Almarhum nggak pernah membantah kalau saya sedang “nasehati”. Beliau akan manut dan selalu bilang “Iya De”. Senangnya punya boss yang pasrah kayak gini sama anak buah … hehehehe

Ada banyak kenangan indah saya bersama Bang As … kenangan yang memberikan makna pembelajaran dalam hidup. Beliau mengajarkan kepada saya bagaimana menjadi pemimpin dengan caranya dan tindakan langsung, bukan dengan teori … Kepercayaan yang diberikan kepada saya secara tidak langsung membentuk rasa percaya diri saya bahwa saya mampu dan saya bisa melakukan pekerjaan dan tanggung jawab itu. Beliau tidak pernah mengatur apalagi menjelaskan dengan detail saya harus begini dan begitu. Beliau mempercayakan sepenuhnya kepada saya untuk membuat dan mengambil keputusan yang menurut saya benar dan tepat. Beliau hanya bertanya tindakan dan keputusan yang saya ambil seperti apa, dan bila itu dianggap tidak melenceng, maka beliau tidak akan merubah. Beliau memberikan saya kebebasan untuk bertindak dan membuat keputusan. Satu sikap yang patut ditiru ….

28 Oktober, sepuluh tahun lalu, disalah satu rumah sakit di China, Bang As menghembuskan nafas terakhirnya. Kanker paru menggerogoti tubuhnya yang tinggi tegap itu. Ketika penghormatan terakhir di kantor Komnas HAM, saya datang untuk melepas beliau kembali ke haribaan Sang Pencipta. Senyum berukir di wajah beliau … wajahnya menunjukkan kedamaian dan semoga beliau kembali kepada Sang Pencipta dengan damai.

Beberapa hari setelah kepergiannya ke alam keabadian, saya bermimpi Bang As datang ke kantor dan seperti biasa, senyum khasnya selalu terpampang di wajahnya … Beliau tersenyum kepada saya dan refleks saya sapa “Abang koq disini, abang baik2 saja kah?”. Beliau tidak menjawab, hanya tersenyum sumringah … senyum yang selalu menghiasi wajahnya … senyum khas seorang Asmara Nababan ….

Selamat jalan Bang As … terima kasih untuk semua ilmu dan kepercayaan yang Bang As berikan pada saya selama kita bekerja bersama ….  semua itu sangat berarti buat saya dan menjadi bekal saya … Semoga Abang damai disisi Tuhan dan ditempatkan di tempat terbaik disisiNya …. Amiennn ….

Penulis: Siti Dorojatul Aliah (Dette), mantan staf INFID

26/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Blog

Mengenang Berpulangnya 10 Tahun Asmara Nababan (2010 – 2020)

by David Cohen 26/10/2020
written by David Cohen

Nama Asmara, bagi saya sangat melekat dengan drama musikal ‘Jesus Christ Superstar’, yang dipentaskan YAKOMA (Yayasan Komunikasi Masyarakat Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia).

dalam rangka menggalang dana Sidang Raya PGI 1980 di Tomohon. Pertama kali bertemu berkenalan dengannya saat menjabat Direktur Yakoma. Pertemuan di kala itu, ketika kami membicarakan rencana pementasannya, menjadikan genap 30 tahun saya berkesempatan kenal dengan Asmara, seseorang yang hati dan pikiran sangat dekat dengan tokoh dalam musikal itu.

Rock musical bermuatan interpretasi yang sangat kontekstual tentang minggu terakhir kehidupan sosok Human Rights Defender par excellence ini dipentaskan sejumlah tokoh dari dunia music. Remy Silado sutradaranya, didukung rombongan sekitar 60 anak muda sebagai penari.

Saya mengenang Asmara sebagai sosok yang tenang, murah senyum, tidak suka berteriak, akan tetapi ketika mendengarkannya, tersirat bahwa di balik ketenangan ini berkobar satu jiwa yang menyala-nyala

Sepanjang tahun itu kami kerja sama intensif, dua kali pementasan di Convention Hall Jakarta di samping mengadakan tour ke Bandung. Amatlah menyenangkan dan berkesan. Kami membangun bersama, mencipta bersama, berkoreografi bersama, bergumul bersama, sedih bersama, senang dan bangga bersama. Itulah yang saya ingat. Tentunya bukan saja musical nya yang saya maksud, tetapi terlebih faktor kebersamaan, the social factor, not only the artistic factor. Kebersamaan dengan para artis dan semua pendukung. Akan tetapi yang paling menarik adalah interaksi berbagi suka duka dengan sekitar 60 anak remaja, bersuku bangsa Sabang hingga Merauke, beragam agama, sungguh tak terlupakan. Bahkan satu tokoh dalam musical yang didasari Injil itu, diperankan seorang juara MTQ.

Saya bertolak ke Belanda bermukim di sana dan kami agak kehilangan kontak. Kami kemudian bertemu lagi pada tahun 2007, tanggal 13 September tepatnya, di Academiegebouw, Universiteit Utrecht. Setelah 27 tahun kami bersalaman lagi di halaman Academiegebouw, sore-sore saat matahari baru mulai turun. Waktu itu, Asmara datang ke Belanda dalam rangka acara sekaligus mempresentasikan The First Munir Memorial Lecture “Protect the human rights defenders”.  Seperti dirinya, ia membawa presentasinya begitu tenang, tetapi tersirat intensinya berapi-api menyampaikan pesan yang memenuhi jiwanya.

Saya ikut masuk dan ikut mendengarkan. Banyak sekali Undang-undang yang dikutip, saya pikir waktu itu. Luar biasa, panjang lebar Asmara mengutarakan tentang ketimpangannya di Indonesia. Akan tetapi paling tidak terduga ketika Asmara menjawab pertanyaan seseorang saat Q&A: “Tidak perlu menjadi tokoh untuk menjadi human rights defender, kita semua bisa memenuhi peran itu, seorang guru yang mengajarkan tentang keadilan kepada murid-muridnya, adalah seorang human rights defender…. “

Sebelum dan sesudah saya kembali ke Indonesia, kami sempat bertemu beberapa kali. Asmara dan Magda menyempatkan diri hadir pada pernikahan anak sulung kami bulan September 2009.

“June, kesehatan saya agak memburuk, setelah membaik sedikit, saya mau mencoba obat herbal”, begitulah percakapan kami melalui telepon di tahun berikutnya. Seperti biasa, suaranya begitu tenang, tidak terdengar kecemasan sedikitpun. Sekitar 20 Oktober, kalau tidak salah, Remy memberitakan Asmara kurang baik dan berada di RS di China. Tanggal 28 Oktober, waktu sedang makan malam, Remy mengabarkan lagi … Asmara was no more.

Penulis: June Beck, 25 Oktober 2020

26/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Blog

Asmara: A Fierce yet Compassionate Human Rights Defender

by David Cohen 26/10/2020
written by David Cohen

It’s hard for me to believe that it has been 10 years, but it’s also hard for me to believe that my friend Asmara is no longer here. His phone number is still in my mobile because I can’t erase it.  My memories of him are still so vivid, in Jakarta, at the East-West Center, at ELSAM, at Komnas HAM, having a meal together or at some  workshop. I met Asmara through his daughter, my dear friend Aviva, when we started working together in 2003 on the trials at the Jakarta Ad Hoc Human Rights Court. So much of what I learned about Indonesia and issues of human rights came from my discussions with him. It was so inspiring to see someone so strong and so committed, a man with such amazing integrity, intelligence, and determination.  

In workshops or discussions of human rights, with Asmara there was no “beating around the bush.’ He always came straight to the real point— directly and forcefully. As someone new to the Indonesian context I learned so much from seeing the force that his style of advocacy could have. At the same time, though he could be so fierce when confronted with excuses and shabby justifications for human rights abuses or inaction, he was also a person with such a deep sense of humanity and capable of such kindness. Among all the individuals I have met in the world of human rights he stands out as the person I admired most.

Penulis: Professor David Cohen, Direktur Center for Human Rights and International Justice di Universitas Stanford, AS.

26/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Blog

BERBEDA PENDAPAT ITU SAH : “Transitional Justice versus Justice is Justice”

by hambali 24/10/2020
written by hambali

Bang Asmara Nababan, salah seorang pendiri awal  Kelompok Studi  dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM).  Saya mengenal beliau Mei 1988, saat saya mulai tertarik mendalami isu-isu ketidakadilan dan bergabung sebagai staf di KSPPM  yang saat itu berkantor di Siborongborong.  Bang Asmara sosok yang terlihat lembut namun dalam mendidik para juniornya, beliau termasuk keras dan tegas,  terbuka menerima perbedaan pendapat sepanjang tidak menyimpang dari prinsip-prinsip HAM, integritas dan nilai-nilai lembaga. Dalam menemu kenali kerja-kerja pengorganisasian masyarakat, mendalami isu-isu ketidakadilan dan Hak Asasi Manusia, saya banyak belajar dari Bang Asmara. Beliau salah seorang guru, abang tempat saya bertanya akan hal yang saya tidak pahami. Kadang kala berdebat, bisa karena beliau yang sengaja memancing perbedaan pendapat dengan pertanyaan-pertanyaan  yang agitatif  untuk mendorong saya sebagai teman diskusi/lawan debatnya lebih berani berargumentasi dengan menggunakan data empiris atau hasil bacaan dari literature. Bila tak punya modal pengetahuan tentang isu aktual jangan coba-coba dekat dengan beliau. Karena bisa berhenti diskusi pada pertanyaan pertamanya dan berujung pada perintah agar belajar membeli dan membaca buku.  Secara umum saya memiliki kesamaan pandang dengannya.

Transitional Justice versus Justice is Justice

Salah satu perdebatan dan sekaligus perbedaan pandang kami yang sampai akhir diskusi tetap berbeda tentang transitional justice Vs Justice is Justice. Tahun 2002, saat itu saya sebagai Sekretaris Pelaksana di KSPPM meminta bang Asmara Nababan yang saat itu menjabat sebagai Sekjen Komnas HAM membantu  pengembangan kapasitas staff KSPPM terkait Strategi Advokasi dalam menyikapi isu Beroperasinya kembali PT. IIU /PT. TPL yang sejak awal ditolak masyarakat Porsea dan sekitarnya. Saat massa demo, seorang siswa SLTA meninggal dunia akibat penembakan yang dilakukan aparat saat mengamankan massa yang demo menolak beroperasinya PT. TPL tersebut.

Di awal reformasi, PT. IUU sempat ditutup oleh Presiden Habibie karena perusahaan tersebut mendapat banyak perlawanan dari masyarakat di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Tapanuli Utara (sekarang sudah dimekarkan menjadi 4 kabupaten). Kehadiran PT. IUU telah mengakibatkan terjadinya konflik lahan/hutan adat, perusakan lingkungan, polusi udara dan air, penurunan hasil panen petani dan peternak ikan.

Bang Asmara, mengusulkan penyelesaian berbagai pelanggaran PT IUU itu dengan “Transitional Justice”.  PT. TPL diminta mengganti kerugian rakyat dan memperbaiki lingkungan yang rusak akibat  aktivitas PT. IIU sebelumnya. Mendengar kata  “PT. TPL diminta memberikan ganti rugi pada rakyat yang dirugikan”, saya bertanya, bagaimana dengan nyawa manusia yang telah meninggal akibat ulah PT IIU. Saat longsor Bukit Tampean di Desa Sianipar, Kecamatan Silaen ada 13 jiwa yang meninggal, longsor di Jangga juga ada korban jiwa. Longsor-longsor itu terjadi karena penebangan hutan oleh PT. IIU. Kemudian bagaimana dengan nasib 10 orang inang dari Desa Sugapa yang mengalami kriminalisasi karena mencabut bibit ekaliptus yang ditanam PT. IUU di atas tanah adat mereka, bagaimana nyawa siswa SLTA yang meninggal karena  tertembak saat ikut demo menolak beroperasinya kembali perusahaan pulp itu. 

“Pemerintah diminta membentuk tim independen melakukan audit total pada PT IUU/PT.TPL. Semua kerugian rakyat dihitung, keluarga korban yang meninggal ditanyakan apa permintaan mereka, kerusakan lingkungan dihitung dan diperbaiki”, bang Asmara menambahkan penjelasannya.

Saat itu saya tetap tak dapat menerima transitional justice untuk penyelesaian kasus perusakan lingkungan dan pelanggaran HAM yang sudah terjadi berulang selama puluhan tahun itu. Justice is Justice, nyawa manusia itu tak dapat dihitung nilai ganti-ruginya.

“Saur perbedaan pendapat itu sah, biarlah sejarah nanti yang membuktikan pendapat siapa yang paling pas dalam menyelesaikan masalah itu”, ujar bang Asmara mengakhiri diskusi.

Dalam mengenang 10 tahun kepergian bang Asmara Nababan, saya angkat kenangan ini mengingatkanku bahwa perbedaan pendapat tak harus menghambat kita tetap berjuang bersama untuk pemulihan hak–hak komunitas korban kebijakan pembangunan yang belum berbasis HAM dan daya dukung lingkungan.

Rest in Peace bang Asmara…. !!!

Penulis: Saur Tumiur Situmorang (Mantan SekPel KSPPM, Mantan Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan)

24/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Blog

Bang As dan KSP

by hambali 24/10/2020
written by hambali

Ketika saya di penjara sebagai akibat dari Demo Buruh April 1994, Bang Asmara ada dua kali mengunjungi saya di LP Tanjung Gusta Medan. Bang Amara selalu memberi spirit dan nasehat yang menguatkan.

Pada saat pulang dari penjara, saya diminta nya datang ke Jakarta utk berdiskusi tentang KPS.  Keadaan KPS saat itu memang sudah di ujung tanduk. Lalu Bang Asmara bilang, “Parlin, kita bubarkan saja KPS itu dan kita buat yang baru dan lebih berkualitas sebagai lembaga. Karena kawan-kawan mu di KPS tak beres, dua kali saya menjengukmu dan singgah di KPS, selalu saya temukan mereka hanya main judi dan tak peduli keadaanmu”, 

Saya lalu meyakinkan Bang As, bahwa keadaan ini akan bisa diperbaiki kemudian. “Percaya lah bang akan saya upayakan maksimal memperbaiki KPS”.

Demikianlah akhirnya Bang As, dengan terbuka mempertemukan saya dengan Novib yang kemudian memberikan dukungan dana bagi KPS untuk membangun diri kembali. Masih terngiang nasehat Bang AS saat itu, “ingat Parlin, bahwa uang ini milik Tuhan, kau harus benar benar jaga ya…”

Demikian sekelumit untuk Bang Asmara, Saloom.

Penulis: Bapak Parlin Manihuruk. KSPPM

24/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Blog

Tentang Asmara Nababan

by hambali 24/10/2020
written by hambali

Saya mengenal pak Asmara Nababan ketika masih bekerja di NGOs di Jakarta. Kami sering bertemu dalam acara acara kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia. Tetapi sebenarnya saya lebih dekat dengan istri beliau yaitu Ibu  Magdalena Sitorus dan juga keluarganya yang lain. Dengan Bu Magda saya bekerja dalam isu perlindungan dan perjuangan perempuan. Sementara dengan Pak Asmara Nababan saya banyak dipertemukan dalam isu kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia. 

Pak Asmara yang saya kenal adalah sosok yang mempunyai integritas tinggi dalam membela kepentingan rakyat yang tertindas dan pejuang Hak Asasi Manusia yang gigih. Saya tidak melihat pandangan beliau terkotak-kotak dalam arus kepentingan ideologi dan segregasi apapun yang membuat banyak orang sering terseret dalam arus kepentingan politik yang segregatif. Perjuangannya sangat jelas adalah “kemanusiaan”. 

Tidak banyak orang seperti Asmara Nababan, yang berasal dari keluarga Kristiani dari suku Batak yang modern dan terpandang, tetapi beliau memilih jalan hidup yang sederhana dan bersahaja. Saya selalu mengingat kemana-mana Pak Asmara Nababan pergi, ia selalu membawa tas “cangklong” sederhananya, tetapi didalamnya berisi sejuta pikiran untuk perubahan dunia yang lebih adil, manusiawi dan beradab. RIP Pak Asmara, kami selalu mengingat perjuanganmu. Doa kami selalu menyertaimu.

Penulis: Hening Tyas Sutji, Aktifis Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia

24/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Blog

Mengenang Asmara Nababan Pejuang HAM

by hambali 24/10/2020
written by hambali

Ketika mengantar Ibu Sulami ke Komnas Ham pada tahun 2000, itulah  pertama kali saya bertemu dan mengenal Bang As, demikian orang memanggilnya.

Bagi kami beliau cukup ramah dan bersahabat pada Ibu Sulami dan kawan-kawan. Selanjutnya Komnas HAM membantu keluarga korban 65 yang  ingin memindahkan kerangka ayah/ suami yang dieksekusi dan dikubur di Hutan Situkup Dempes Kaliwiro Wonosobo. Itu adalah keberhasilan yang pertama pembongkaran kuburan masal korban peristiwa 65. Bagi korban itu adalah satu bukti bahwa penghilangan paksa itu benar-benar terjadi.

Nama Bang As cukup akrab di telinga korban. Sepuluh tahun kemudian bersama Ibu Ade Rostina Sitompul, Svetlana dan saya datang ke Komnas HAM melayat Bang As, beliau berpulang ketika kasus pelanggaran HAM beliau selesai. Kami menyebut beliau Pejuang HAM.

Hari ini sepuluh tahun ia meninggalkan kita semua. Namun, semangat dan api juangnya sudah diwariskan pada generasi penerus.

Beristirahatlah dalam rumah abadi.

Penulis: Ibu Uchikowati, salah satu penyintas 65

24/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Blog

Sosok yg penuh inspirasi dan konsisten memperjuangkan HAM

by Abdul Haris Semendawai 24/10/2020
written by Abdul Haris Semendawai

Bang As adalah sosok yang menginspirasi. Konsisten dengan kesederhanaan dan komitmen untuk menyuarakan ketidakadilan  dan memperjuangkan hak asasi manusia. Legasinya berserak di berbagai lembaga dan buku serta karya-karya ilmiah. Telah memberikan warna dalam level nasional dan internasional dalam mewujudkan penyelesaian berbagai pelanggaran HAM berat. Semoga apa yg telah beliau baktikan untuk bangsa dan negara akan memperoleh ganjaran mendapatkan tempat terbaik di peristirahatan terakhirnya.

Penulis: Abdul Haris Semendawai (Mantan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Nasional – LPSK)

24/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Search

Recent Posts

  • Gerakan Demokrasi dan HAM dalam Perspektif Oekumenis: Presentasi Pendeta Gomar Gultom di Malam Refleksi Gerakan Demokrasi dan HAM di Indonesia 2045
  • Kata Sambutan Antonio Pradjasto di Malam Refleksi Gerakan Demokrasi dan HAM di Indonesia 2045
  • Asmara Berdemokrasi dan HAM (Cakrawala – 13 Desember 2020)
  • Bang As Tak Pernah Meninggalkan Orang: Presentasi Sarah Lery Mboeik di Malam Refleksi Gerakan Demokrasi dan HAM di Indonesia 2045
  • Peringatan 10 Tahun Kepergian Asmara Nababan: Presentasi Henri Saragih di Malam Refleksi Gerakan Demokrasi dan HAM di Indonesia 2045

Recent Comments

    Copyright 2020


    Back To Top
    Asmara Nababan
    • Home
    • Tentang Asmara Nababan
      • Awal Kehidupan
      • Pendidikan
      • Riwayat Pekerjaan
      • Kegiatan Lainnya
    • Warisan Pemikiran
      • Meniti Ombak Mewujudkan Kemanusiaan
      • Oase Bagi Setiap Kegelisahan
      • HAM dan Pembangunan
      • Demokrasi dan Tata Negara
      • Pendidikan dan Seni
    • Living Legacy
      • Arsip Video
      • Arsip Foto
      • Doa untuk Bang As & Bangsa
      • Kenangan & Buah Pemikiran Tentang Bang As
      • Kirim Tulisan
    • Info Kegiatan
    • id ID
      • id ID
      • en EN