Komnas HAM membuka peluang pengungkapan misteri kasus Priok melalui pembentukan Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP-HAM)kasus Priok Masyarakat menunggu jawaban: siapakah pelaku tragedi kemanusiaan itudan akan diapakan?
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pelaku tragedi Priok adalah pihak militer dan unsur-unsur sipil. Nama-nama yang sudah selalu disebut selama ini dari tubuh militer adalah mantan Pangab Benny Moerdani, antan Pangdam Jaya Try Soetrisno dan mantan Kodim Jakarta Utara Butar-Butar.
Sedangkan unsur-unsur sipil adalah para petugas dari dinas pemakaman, dinas pemadam kebakaran, serta para dokter dan juru rawat rumah sakit. Kasus Priok itu sendiri, seperti serangkaian kasus kekerasan lainnya, berlangsung dalam era kepemimpinan yang represif dan diskriminatif dibawah komando bekas presiden Soeharto.
Para mantan petinggi negara itu, menyimpan catatan sendiri-sendiri tentang kasus Priok. Misalnya, dalam buku Soeharto. Karena itu sebagai presiden dan panglima tertinggi (Pangti), nama Soeharto pun disebut. Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, jenderal besar ini menulis: “Sesungguhnya peristiwa itu benar-benar hasil hasutan orang yang menempatkan diri sebagai pemimpin.” Soeharto tidak secara langsung menyebut nama Amir Biki, tokoh terkemuka masyaakat Priok waktu itu yang ditudingnya sebagai si penghasut. “Yang bersangkutan menentang ditetapkannya Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam ketatanegaraan kita. Ia tidak mengerti duduk soalnya. Ia mengira bahwa dengan konsensus kita itu Pancasila akan menggantikan agama dan sebagainya. Maka ia menghasut rakyat untuk memberontak,” demikian Soeharto.
Sesuai Prosedur
Sedangkan dalam buku Benny Moerdani: Profil Prajurit Negarawan, kasus Priok itu diuraikan secara cukup panjang-lebar. “Menurut penilaian Benny,” tulis Julius Pour, pengarang buku ini, “para prajurit ABRI yang pada waktu kejadian tersebut sedang bertugas di daerah sekitar Tanjungpriok, sudah melakukan persiapan pengamanan sesuai prosedur.”
Kata-kata Benny sendiri dikutip secara langsung: “Para petugas keamanan di sana hanyaterdiri dari satu regu pasukan artileri yang tidak pernah perang dan sejumlah anggota polisi. Andaikan kita sebelumnya sudah tahu, bahwa pada malam itu akan terjadi suatu aksi massa menyerbu pos bahwa dalam peristiwa polisi, tentu saja akan bisa kita kirimkan pasukan yang jauh lebih mampu menertibkan keributan, pasukan Kostrad atau RPDAD misalnya.”
Mengutip keterangan Benny dalam wawancara dengan Minguan Editor, buku tersebut menulis, “Peristiwa Tanjungpriok adalah mob. Itulah perbedaan antara crowd dan mob. Kalau crowd masih bisa dikontrol, sedangkan mob tidak. Bagaimana itu terjadi? Ya, bagaimana memotivasi atau mengipas, memanasi orang-orang itu. Juga kondisi-kondisi yang melatarbelakanginya.”
Menjawab pertanyaan mingguan itu, Benny mengatakan, “Mengapa harus ditembak? Seorang komandan itu, salah satu tugasnya, adalah menjaga keselamatan anak buahnya. Kalau pada jarak. seratus meter sudah ditembak,berarti kita yang salah. Tapi kalau tinggal satu dua meter, tidak ada jalan lain. Menembak untuk membeladiri kok. Itu bisa dilihat dari yang meninggal, bekas tembakannya itu membuktikan bahwa jarak itu sudah dekat.”
Juga dituturkan bahwa menyusul tragedi itu Benny berkeliling ke sejumlah pesantren menjelaskan duduksoal kasus Priok. “Tekad Benny untuk meyakinkan masyarakat de-ngan memberikan penjelasan yang di-sampaikan dengantulusserta jujur, ternyata bisa diterima secara luas. Pengalaman ini malahan juga sempat membuahkan keuntungan lain. Ia kemudian bisa membangun persahabatan pribadi dengan berbagai macam tokoh kunci di kalangan masyarakat Islam,” demikian Julius Pour.
Jangan Tanya Saya
Semasa pemerintahan Presiden BJ Habibie, Komnas HAM mengajukan rekomendasi setelah menyelidiki “Peristiwa Tanjung Priok”. Dalam rekomendasi yang diajukan kepada pemerintah 10 Maret 1999 itu, antara lain dikatakan: “Sepanjang penyelidikan Komnas HAM berkesimpulan bahwa ada peristiwa Tanjungpriok 1984, ternyata pihak aparat keamanan telah melakukan penembakan dengan peluru tajam kepada masyarakat yang berunjuk rasa dan mengakibatkan ada korban tewas, hilang, luka dan cacat.”
Menurut Sekjen Komnas HAM Asmara Nababan, dalam proses penyelidikan oleh Komnas HAM tempohari surat panggilan dilayangkan kepada Benny Moerdani. “Tapi nasib surat itu tidak jelas, sama sekali tidak ada jawaban,” kata Asmara.
“Sedangkan Try Soetrisno dan Butar-Butar sama sekali menolak memberikan keterangan. Try bilang, jangan tanya pada saya, tanyalah pada lembaga ABRI,”lanjut Asmara mengutip tanggapan mantan Wapres itu.
Tampaknya Try Soetrisno masih konsisten. Dalam keterangannya yang dikutip pers belum lamaini ia mengatakan kasus Tanjung! Priok menjadi tanggung jawab Tentara Nasional Indonesia (TNI). Kalau Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP-HAM) Tanjungpriok ingin meminta keterangannya harus memanggilnya melalui Markas Besar TNI.
Masa Lalu
Sedangkan mantan Kodim Jakarta Utara Butar-Butar menurut sumber Semanggi, mengatakan Senin pekan ini bahwa kasus Priok itu sudah menjadi masa lalu. “Apa lagi yang mau diungkapkan?” ujar Butar-Butar yang waktu itu masih berpangkat Letkol.
“Tetapi sebagai prajurit saya siap. Waktu itu saya menjalankan instruksi pimpinan. Situasinya serba sulit, massa banyaksekali. Kalau pada akhirnya jatuh korban, ini karena bentrokan fisik yang memangsulit dihindarkan,” lanjut Butar-Butar, kini salah satu pejabat Lemhanas. Menurut sumber Semanggi, kubu Benny kini sedang sibuk menyiapkan diri menghadapi KPP-HAM Priok.
Sumber yang tidak bersedia disebutkan identitasnya itu mengungkapkan bahwa salah satu bentuk persiapan itu adalah membentuk tim pembela. “Tapi tidak banyak yang bersedia menjadi pembela Benny dan kawan-kawannya,” kata sumber ini. “Soalnya mereka tahu bahwa sekarang ini era reformasi.”