• Home
  • Tentang Asmara Nababan
    • Awal Kehidupan
    • Pendidikan
    • Riwayat Pekerjaan
    • Kegiatan Lainnya
  • Warisan Pemikiran
    • Meniti Ombak Mewujudkan Kemanusiaan
    • Oase Bagi Setiap Kegelisahan
    • HAM dan Pembangunan
    • Demokrasi dan Tata Negara
    • Pendidikan dan Seni
  • Living Legacy
    • Arsip Video
    • Arsip Foto
    • Doa untuk Bang As & Bangsa
    • Kenangan & Buah Pemikiran Tentang Bang As
    • Kirim Tulisan
  • Info Kegiatan
  • id ID
    • id ID
    • en EN
Asmara Nababan
keep your memories alive
Author

hambali

hambali

HAM & Pembangunan

Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen di Indonesia

by hambali 22/10/2020
written by hambali

Kebutuhan atas sebuah jaringan kerja yang luas, lintas sektoral dan nasional di kalangan Lembaga Usaha Kesejahteraan Kristen/Lembaga Pelayanan Kristen telah lama dirasakan. Kebutuhan ini bukan semata-mata didorong oleh alasan-alasan praktis, tetapi lebih dirasakan sebagai keinginan untuk bersekutu, keinginan untuk bersetiakawanan, dan bekerja sama. Beberapa tahun terakhir ini memang tumbuh beberapa pertemuan/forum bahkan jaringan kerja di kalangan lembaga-lembaga pelayanan Kristen, namun masih terbatas pada sektor pelayanan tertentu atau wilayah tertentu.

Ketika Departemen Partisipasi Gereja dan Pembangunan PGI mengambil prakarsa untuk mengadakan pertemuan/forum Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS)/Lembaga Pelayanan Kristen (LPK), ada 40 lembaga yang menghadiri pertemuan tersebut di Wisma Kinasih Bogor, dari tanggal 27-29 Juli 1988.

Pada akhir pertemuan telah diambil kesepakatan untuk membentuk satu Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen di Indonesia. Sebagai langkah kebersamaan yang akan lebih menyatakan fungsi kehadirannya serta lebih mendukung gereja dalam melaksanakan pelayanan yang utuh, di tengah-tengah bangsa yang membangun untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Pertemuan tersebut berpendapat bahwa perlu diwujudkan cara berpartisipasi dan melayani dalam pembangunan dengan tujuan agar dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang sedang melaksanakan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dapat didirikan tanda-tanda mengenai kesejahteraan, keadilan, kemerdekaan, persaudaraan, perdamaian dan kemanusiaan yang dikehendaki oleh Tuhan untuk dunia ini dengan kedatangan Kerajaan-Nya.

Pembangunan yang diselenggarakan bangsa Indonesia adalah upaya mengamalkan seluruh sila Pancasila dalam rangka mencapai masyarakat yang lahir dan batin lebih baik, adil dan makmur. Usaha untuk mewujudkan masyarakat yang lebih adil, berperan serta penuh, berketahanan utuh menjadi hak serta tanggung jawab setiap anggota masyarakat termasuk warga gereja.

Panggilan gereja untuk berperan serta dalam pembangunan didasarkan pada tanggung jawab untuk mengelola segenap ciptaan Allah (Kej. 1: 26 dan 28) dan ikut serta mewujudkan kebebasan, keadilan, kebenaran, dan kesejahteraan seperti yang dikehendaki Tuhan bagi semua orang (Yer. 22: 3, Amos 14 dan 24, Mat. 25: 31-35, dan Luk. 4: 18-21).

Salah satu aspek yang selalu menonjol dalam kehidupan masyarakat ialah masalah kemiskinan dan keadilan. Memasuki era industri di mana tata hubungan akan semakin rumit, diperlukan peningkatan, pengembangan, pembaharuan struktur sosial sambil meratakan keadilan sosial dan peningkatan kesetiakawanan sosial.

Kesejahteraan sosial adalah hak setiap orang dan gereja sadar akan tugas Diakonia yang tak dapat dipisahkan dan tugas Koinonia dan Marturia yang mengharuskan gereja bersama-sama memerangi segala kemiskinan, penyakit, kelemahan dan ketidakadilan dalam masyarakat.

Diakonia adalah pelayanan terhadap hidup yang utuh yang meliputi kesejahteraan lahir batin yang mempunyai konsekuensi pengorbanan material dan spiritual. Tugas panggilan itu harus dijalankan bersama-sama dalam semangat persatuan dengan cara yang sebaik-baiknya dan dengan bentuk paling tepat bagi tiap tempat dan zaman.

Dalam tugas pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila perlu adanya peran dan ruang gerak yang lebih besar untuk mendorong prakarsa masyarakat dalam pembangunan, khususnya para petani dan nelayan serta lembaga-lembaga sosial di daerah pedesaan, agar kreativitas mereka dapat berkembang dalam rangka meningkatkan swadaya mereka bagi perubahan kualitas kehidupan yang lebih layak.

Pertemuan berpendapat bahwa masalah-masalah ketidakadilan, kemiskinan, dan hal-hal lain saling mengait dan oleh karena itu lembaga-lembaga bersama-sama menanggulanginya melalui pemahaman bersama dengan semangat persatuan melaksanakannya secara nyata, dengan tetap menghormati dan memberi kebebasan kepada lembaga-lembaga untuk melaksanakan tugas dan kehadirannya masing-masing di tengah masyarakat dan lingkungannya.

Jaringan kerja ini menghubungkan lembaga-lembaga pelayanan Kristen yang selama ini dikenal sebagai berikut:

Lembaga/Usaha Kesejahteraan Sosial: lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pelayanan bagi anak cacat, jompo, anak terlantar/anak jalanan, narapidana, gelandangan, penanggulangan korban narkotika dan lain-lain.

  1. LSM/LPSM/LPPM: Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah lembaga di akar rumput yang bekerja untuk peningkatan kehidupan rakyat yang lebih layak. Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) adalah lembaga yang bekerja untuk membantu membina kelompok-kelompok akar rumput agar dapat meningkatkan swadayanya dalam memenuhi serta meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Lembaga Pembangunan Prakarsa Masyarakat (LPPM) adalah lembaga yang bekerja dalam pengorganisasian masyarakat akar rumput agar mereka dapat menjawab tantangan serta mengembangkan kehidupan mereka sendiri. Lembaga-lembaga ini bekerja di bidang pembangunan desa, pelayanan buruh, penyadaran dan bantuan hukum, latihan/pendidikan keterampilan, pengembangan, koperasi, pelestarian alam, pelayanan ibu dan anak, dan lain-lain.
  1. Lembaga Pendidikan Kesejahteraan Sosial: Lembaga yang menyelenggarakan pendidikan formal bagi pekerja sosial.
  1. Badan Koordinasi Pelayanan Kristen: Lembaga yang menghimpun lembaga pelayanan Kristen secara sektoral sesuai dengan bidang pelayanan yang khas.
  1. Parpem Gereja-Gereja: Badan Pelayanan Gereja yang melayani dalam bidang partisipasi pembangunan.

Menyadari kepelbagaian lembaga-lembaga, baik dari segi kelompok dampingan, pendekatan dan strategi, serta saling berkaitan masalah-masalah sosial yang hendak ditanggulangi, maka tujuan dari Jaringan Kerja ini ialah: berusaha meningkatkan rasa kebersamaan dalam menanggulangi masalah-masalah sosial, ketidakadilan, dan kemiskinan yang merupakan perwujudan kesaksian, persekutuan, dan pelayanan sebagai tugas panggilan yang ditetapkan oleh Tuhan Yesus Kristus, berdasarkan kesaksian Alkitab. 

Untuk mencapai tujuan ini Jaringan Kerja menunjuk satu kelompok kerja yang berfungsi sebagai fasilitator dengan tugas pokok:

  1. Menginventarisasi dan mengidentifikasi kelembagaan dan permasalahan semua LPK di Indonesia dan menyusunnya dalam satu Kompendium.
  1. Menyiapkan pertemuan/forum tingkat nasional dalam waktu satu tahun sejak Jaringan Kerja dibentuk dan menyusun konsep pedoman kerja dengan memperhatikan peranan wilayah dan kemungkinan sektoral.
  1. Membuka komunikasi dengan gereja, pemerintah maupun instansi lain termasuk forum-forum nasional dan internasional.

Dalam kurun waktu satu tahun ini, diharapkan dapat terselenggara serangkaian kegiatan Jaringan Kerja, terutama pertemuan/forum di wilayah dan/atau secara sektoral.

Melalui kegiatan-kegiatan tersebut maka tugas dan panggilan bersama semakin dipahami, kepelbagaian lembaga dan pelayanannya semakin disadari sebagai kekayaan bersama, dan dimungkinkannya menemukan serta menciptakan peluang-peluang bagi kerja sama antara anggota Jaringan Kerja maupun untuk keseluruhan.

Evaluasi dari kegiatan-kegiatan tersebut, bersama dengan hasil Konsultasi Nasional Diakonia ini, akan merupakan bahan masukan utama bagi pertemuan nasional Lembaga Pelayanan Kristen dalam menempa kesepakatan baru tentang arah dan gerak Jaringan Kerja pada masa-masa mendatang.

Lembaga-Lembaga Pelayanan Kristen tidak mungkin lepas dari kehidupan gereja karena banyak lembaga ini didirikan atas prakarsa gereja-gereja, dan yang lainnya didirikan oleh anggota-anggota gereja.

Tentu tidak ada maksud agar lembaga-lembaga tersebut mengambil alih tugas pelayanan gereja, karena memang tugas panggilan pelayanan yang disuruh oleh Tuhan Yesus Kristus kepada gereja-Nya bukan hal yang dapat dialihkan.

Oleh karena itu, secara tulus Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen di Indonesia menaruh harapan yang tulus bahwa melalui konsultasi ini dapatlah kiranya ditingkat-kembangkan kerja sama antara gereja-gereja dengan lembaga-lembaga pelayanan Kristen. Kerja sama bukan hanya di tingkat nasional/pusat/sinode, tetapi juga di tingkat jemaat, karena di tingkat inilah kebanyakan lembaga-lembaga menyelenggarakan kegiatan pelayanannya.

Jaringa Kerja yakin bahwa kerja sama tersebut dapat ditingkat-kembangkan karena dasar pemahaman bersama atas tugas dan panggilan pelayanan yang utuh, sebagaimana yang dipahami oleh lembaga-lembaga pelayanan Kristen dan gereja-gereja di Indonesia. Adalah tugas bersama gereja-gereja dan lembaga untuk merumuskan hubungan kerja sama tersebut.

Hubungan yang fungsional, yang saling memperkaya pelayanan bersama di tengah-tengah masyarakat bagi kemulian-Nya.

Penulis: Asmara Nababan 

22/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Blog

Mungkin Kita Membutuhkan Sejarah Dari yang Kalah, bukan Sejarah Pemenang

by hambali 04/10/2020
written by hambali

International Center for Transitional Justice (ICTJ) menggambarkan keadilan transisional yang dapat menghentikan warisan pelanggaran masa lalu harus terdiri dari sedikitnya 4 langkah, yakni penuntutan pidana, komisi kebenaran, program reparasi korban, dan reformasi kelembagaan. Asmara Nababan nampaknya merupakan seorang tokoh yang mengusung gagasan ini, terlihat dari rekam jejaknya dalam berbagai tim pencari fakta atau komisi penyelidikan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk serangan terhadap para pembela HAM. Ia juga salah satu orang yang mendukung berdirinya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang dapat menangkap kebenaran sejarah dan tidak menjadi sarana yang melanggengkan impunitas. 

 Namun setelah lebih dari dua dekade berlalu sejak tahun 1998 kita semua merasakan berbagai kemunduran dalam capaian-capaian terpenting reformasi. Hak asasi manusia walau telah tercantum dalam hukum tertinggi kita, gagal untuk menjadi norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia hanya menjadi bahasa dagangan politik atau dalam skenario terbaik, bahasa untuk menuntut pemerintah. Namun ia tidak menjadi dasar bagi hubungan antara warga negara dan pemerintahnya, maupun menjadi dasar negara dalam menjalankan kewajibannya, ataupun menjadi kerangka dimana antar warga memandang satu sama lain sebagai manusia yang sama martabat dan harkatnya. Lembaga-lembaga dan prosedur yang diadakan untuk memastikan pelanggaran-pelanggaran HAM terberat dihukum, semakin tidak bergigi dan dipreteli pelan-pelan sampai tidak ada bentuknya lagi. Buruknya lagi, warisan keji masa lalu sampai sekarang masih diperdebatkan keabsahannya, dan dalam tiap musim politik akan selalu ada usaha untuk menulis ulang sejarah yang semakin lama mengaburkan lini antara mana yang faktual dan mana yang propaganda. Dengan tiadanya landasan sejarah dan norma yang jelas, semakin jauh harapan untuk benar-benar mewujudkan Indonesia yang demokratis dan beroperasi dengan berlandaskan standar-standar hak asasi manusia. Dan semakin lama agenda membangun landasan sejarah dan norma ini semakin dikesampingkan.

Beberapa waktu yang lalu terdapat debat tentang penghapusan mata pelajaran sejarah, dilanjutkan dengan perdebatan tentang versi mana yang benar tentang G30S/PKI. Banyak orang di media sosial yang mengatakan bahwa wajar kita memiliki versi sejarah yang pro Orde baru sebagai “pemenang” konflik di tahun 1965. Hal ini membuat saya berpikir tentang pengalaman Jerman dalam menghadapi warisan kekejaman Nazi sebelum dan sepanjang Perang Dunia II (PD II).

Saat Jerman kalah perang ia dibelah dua menjadi Jerman Barat yang berada dibawah pengaruh Amerika Serikat, dan Jerman Timur yang berada dibawah pengaruh Uni Soviet. Jerman Barat “dipaksa” oleh Amerika Serikat untuk mengkonfrontasi masa lalu mereka tentang genosida Nazi (rezim yang berkuasa di Jerman saat PD II terhadap kaum Yahudi dan pembunuhan massal kaum minoritas lainnya. Hal ini termasuk memastikan semua penduduk Jerman tahu bahwa seluruh kekejaman Nazi termasuk Holocaust itu betul terjadi, dan ia bukan hanya kesalahan pemimpin tertinggi Nazi.  Kekejaman itu terjadi dengan dimungkinkan oleh berbagai faktor, seperti paham rasisme dan supremasi kulit putih yang saat itu merajalela di Eropa, termasuk Jerman. Jadi diperlukan perubahan normatif dan sistemis agar kekejaman seperti itu tidak terulang. 

Sementara itu, di Jerman Timur, versi sejarah yang diajarkan adalah bahwa semua pelanggaran HAM berat yang terjadi di zaman PD II adalah kesalahan para pemimpin Nazi dan antek-anteknya saja, tanpa ada peran serta masyarakat (walaupun Hitler, pemimpin Nazi, berhasil berkuasa di Jerman dengan proses demokratis). Jadi tidak ada kebutuhan akan perubahan normatif dan institusional (termasuk pendidikan sejarah) untuk mencegah itu terjadi lagi, karena memang yang terjadi itu hanya salah beberapa oknum belaka.

Akhirnya ketika Jerman bersatu pada tahun 1990 terlihat jelas perbedaannya. Selain memang tingkat kesejahteraan dari Barat dan Timur berbeda, namun pandangan mereka tentang apa yang terjadi pada masa PD II sangat berbeda pula. Di Jerman Barat sangat ditekankan dalam berbagai pelajaran sejarah bahaya dari bukan saja paham Nazi secara keseluruhan, tapi pada khususnya rasisme dan xenophobia. Hal ini tidak terjadi di Jerman Timur. Sampai sekarang, daerah-daerah yang dulunya adalah Jerman Timur menjadi tempat dimana gerakan Neo Nazi subur berkembang. Mereka dapat diargumentasikan menjadi daerah yang lebih gagal dalam menghentikan warisan rasisme masa lalunya.

Saya jadi berpikir apakah mungkin di Indonesia kita bisa belajar dari pengalaman ini agar bisa membentuk landasan bagi pembangunan Indonesia masa depan yang lebih baik. Bukan membangun landasan sejarah kita dari “sejarah pemenang” tapi sejarah yang setidaknya imbang antara mereka yang menang dan kalah. Lagipula bila kita melihat sejarah tahun 1998 yang diajarkan di sekolah-sekolah (kalau diajarkan), dan bila kita percaya bahwa sejarah yang ada sekarang adalah sejarah pemenang, jelas yang menang adalah elit-elit saja. Para mahasiswa dan aktivis yang dihilangkan, diculik, hingga akhirnya berhasil menjatuhkan Soeharto di tahun 1998 tetap tidak diakui secara resmi penderitaan dan sumbangsihnya oleh pemerintah, dan kepergian mereka tidak pernah dipertanggungjawabkan dengan sepatutnya.

Penulis: (Anonim) 

04/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Kegiatan

Kirimkan Doa dan Buah Pikiranmu untuk Bang As & Indonesia: Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke 92 dan 10 tahun Berpulangnya Asmara Nababan

by hambali 04/10/2020
written by hambali
04/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Kegiatan

Malam Refleksi Gerakan Demokrasi dan HAM di Indonesia 2045 dan Peluncuran Buku “Meniti Ombak Mewujudkan Kemanusiaan”

by hambali 04/10/2020
written by hambali

Malam refleksi ini merupakan puncak rangkaian kegiatan peringatan 10 tahun kepergian Asmara Nababan yang diharapkan dapat menempatkan aktivisme, visi, dan pemikirannya terutama dalam bidang hak asasi manusia dan demokrasi pada konteks Indonesia di tahun 2020 dan di masa depan. Para pembicara yang merupakan tokoh-tokoh lintas generasi dalam membela demokrasi dan hak asasi manusia akan berdiskusi guna menerka-bayangkan (imagining) bangsa Indonesia di masa depan; setidaknya pada 2045 saat Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaannya. Selain itu, dalam acara ini buku yang ditulis oleh rekan-rekan Bang As tentang pemikiran dan isu-isu yang ia perjuangkan semasa hidupnya, Meniti Ombak Mewujudkan Kemanusiaan, akan diluncurkan. Pengumuman pemenang Kompetisi VLOG tentang Pemajuan & Penegakan HAM bagi Milenial & Gen Z juga akan dilakukan dalam acara ini.

Waktu dan Tempat Acara

Hari dan Tanggal :

Selasa, 8 Desember 2020

Tempat :

Zoom Meeting

https://us02web.zoom.us/j/86360325782?pwd=a1Y5czRCbnFiRzdjZWpCNWh4TTFEdz09

Meeting ID: 863 6032 5782

Passcode: 305272

Acara juga dapat diikuti live di YouTube:  www.youtube.com/user/infidjakarta dan Facebook: www.facebook.com/infid

Susunan Acara

17.15 – 17.30

Registrasi – link webinar dibuka

17.30 – 17.40

Pengantar Panitia (Antonio Pradjasto Hardojo- mantan Direktur Eksekutif Demos)

17.40 – 17.45

Sambutan dari pihak keluarga Asmara Nababan (Magdalena Sitorus – Istri Almarhum, mantan Komisioner Komnas Perempuan)

17.45 – 17.55

Moderator (Yosep Stanley Adi Prasetyo- mantan Wakil Ketua Komnas HAM) membuka acara diskusi menjelaskan proses pembuatan buku Meniti Ombak Mewujudkan Kemanusiaan, tema-tema yang muncul, serta mengenalkan secara singkat narasumber yang hadir dan topik yang akan dibahas dalam diskusi refleksi ini.

17.55 – 19.10

Acara diskusi refleksi tentang Gerakan Demokrasi dan HAM di Indonesia 2045 dipandu Moderator, seputar topik yang dipersiapkan para narasumber dan penanggap sebagai pedoman arah diskusi:

Narasumber 1 Pdt. Gomar Gultom, M.Th. (Ketua Umum PGI) “Tegangan-tegangan dalam Demokrasi dan  Bagaimana Memperdalam Demokrasi”

Narasumber 2 Henry Saragih (Serikat Petani Indonesia), “Basis Sosial Gerakan Sosial”

Narasumber 3 Sarah Lery Mboeik (Aktivis HAM dan mantan anggota DPD RI untuk Provinsi NTT periode 2009-2014), “Ruang-ruang Politik Gerakan Hak Asasi Manusia”

Penanggap dari perwakilan pemimpin generasi muda gerakan HAM, akan menanggapi tentang keadaan demokrasi dan HAM di Indonesia saat ini dari perspektif generasi muda dan proyeksi trend ke depan- analisa tantangan dan kesempatan:

Penanggap 1 Fatia Maulidiyanti (Koordinator KontraS)

Penanggap 2 Erasmus Napitupulu (Direktur Eksekutif ICJR)

Diskusi (Q & A)

19.10 – 19.30

Pengumuman pemenang VLOG oleh PGI

Pemutaran 6 Finalis Vlog tentang Pemajuan & Penegakan HAM bagi Milenial & Gen Z

Penjelasan singkat oleh Perwakilan Panelis Juri tentang Kriteria Penjurian dan Panelis Juri VLOG

Pengumuman ke 3 VLOG Pemenang Kompetisi

19.30 – 19.40

Peluncuran buku “Meniti Ombak Mewujudkan Kemanusiaan” secara resmi (Yosep Stanley Adi Prasetyo, Magdalena Sitorus, Antonio Pradjasto Hardojo)

Profil Pemberi Sambutan, Moderator, Pembicara dan Penanggap

Antonio Pradjasto adalah ahli hukum hak asasi manusia. Ia memperoleh gelar sarjana hukum dari Universitas Indonesia dan gelar master dalam hukum HAM internasional dari University of Essex di Inggris. Saat ini ia menjadi koordinator pengembangan Indeks Kebebasan Pers yang dikelola oleh Dewan Pers Indonesia. Ia juga tercatat sebagai salah satu pendiri DEMOS serta pernah menjadbat menjadi Direktur Eksekutif organisasi ini,  dan juga anggota Kelompok Kerja Keadilan Transisional yang dibentuk oleh Komnas HAM. Antonio selama ini aktif dalam organisasi masyarakat sipil terutama yang bergerak dalam isu HAM dan demokrasi, baik dalam kegiatan-kegiatan riset, advokasi, dan pendidikan politik. Selain itu pengalaman lainnya juga meliputi penyusunan rencana strategis, multistakeholders engagement, pengembangan program serta pengembangan pelatihan. Ia juga pernah menjadi penulis maupun editor untuk berbagai publikasi nasional maupun internasional mengenai HAM dan demokrasi. 
  Sebagaimana dengan suaminya, Asmara Nababan, Magdalena Sitorus adalah seorang aktivis yang telah lama berkecimpung dalam bidang hak asasi manusia, khususnya hak perempuan dan anak. Sejak 1995 menjadi seorang konselor korban, dan juga pernah menjadi Direktur Solidaritas Aksi Koran Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan (SIKAP). Magdalena juga pernah menjabat sebagai Komisioner dan Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia  (KPAI) dan kemudian Komisioner Komnas Perempuan, suatu pelayanan yang ia selesaikan pada tahun 2019. Ia juga menggunakan pena dalam perjuangannya, membahas isu perempuan, anak, dan kesetaraan lewat buku-buku yang ditulisnya (baik semi autobiografi, fiksi, maupun biografi kisah hidup pihak-pihak lain) sembari mendorong perempuan-perempuan lain untuk juga tidak ragu mengekspresikan diri dan pemikirannya melalui tulisan. Beberapa buku yang telah ia tulis adalah Semua Ada Waktunya, Daun Putri Malu, Sepatu Emas Buat Inang, butKain Cinta Tanpa Batas, Lingkaran Masa, Menabur Bijak, Naskah Kesetiaan, Rancangan Abadi, Perempuan dan Perempuan, dan Pokoknya Ada Pelangi.
         Stanley (Yosep Adi Prasetyo) : arek Malang alumnus Fakultas Teknik Elektro Universitas Kristen Satya Wacana (UKS) Salatiga, juga pernah belajar Ekonomi Studi Pembangunan. Selain pernah berkecimpung di dunia akademisi dan penelitian, lama berpengalaman di dunia jurnalistik sebagai wartawan, redaktur, pelatih wartawan, dan Ombudsman di beberapa media cetak, serta menjadi mediator.  Juga terlibat di beberapa organisasi dan lembaga swadaya masyarakat. Ia juga pernah bergabung dalam kelompok pakar yang menyusun naskah akademis RUU TNI pada tahun 2000 dan penyusunan naskah akademis dan RUU intelijen pada 2002 serta bergabung di kelompok kerja Reformasi Polri.  Pada 2007-2012 Yosep Adi Prasetyo terpilih menjadi anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan menjadi Wakil Ketua. Selepas dari Komnas HAM menjadi  Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Periode 2013-2016 dan kemudian menjadi Ketua Dewan Pers Periode 2016-2019. Juga terlibat di beberapa organisasi, baik Ornop maupun organisasi profesi. Kini, selepas dari Dewan Pers, kini aktif membantu Tim Media Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA),  dan menjadi pembicara di sejumlah acara.  
 Pdt, Gomar Gultom, lahir 8 Januari 1959 di Tarutung. Ia adalah pendeta HKBP yang saat ini bertugas sebagai Ketua Umum Persekutuan Gereja- Gereja Indonesia (PGI), banyak terlibat dalam kegiatan antar-iman dalam upaya mempertahankan kerukunan yang otentik di tengah kecenderungan berkembangnya intoleransi yang mengancam keberagaman Indonesia. Sejak bergabung dengan PGI pada 2005, banyak terlibat dalam advokasi HAM di aras nasional dan internasional, khususnya yang terkait dengan hak-hak kelompok minoritas, masyarakat marginal dan pluralisme. Aktif di Indonesia Conference on Religious and Peace (ICRP) dan menjadi anggota Central Board dari Inter Religious Council Indonesia (IRC). Selain itu juga menjadi anggota Dewan Kehormatan Pusat DPP Peradi dan anggota Komisi Dewan Gereja-gereja se Dunia untuk Misi dan Pekabaran Injil (CWME-WCC).   
     Ir. Sarah Lery Mboeik (lahir di Baa, Lobalain, Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur) adalah aktivis Hak Asasi Manusia di Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara terutama untuk hak-hak masyarakat adat dan penyerobotan tanah adat. Aktivitas Sarah diawali sejak mahasiswa pada tahun 1988. Ia bergabung dengan LSM Alfa Omega. Lalu antara 1995-1996 ia bergabung dengan WWF Nusa Tenggara dan proyek kerja sama Indonesia-Australia yang menangani daerah aliran sungai Noelbaki di Kupang. Lery juga membentuk Pusat Informasi Advokasi Rakyat (PIAR) pada 15 April 1996. Selain memimpin PIAR ia juga menjadi koordinator Jaringan Masyarakat Adat (Jagat) Timor.  Sarah Lery Mboeik menerima penghargaan Yap Thiem Hien pada 1999 atas kepeduliannya terhadap masyarakat marginal.  Sarah Lery Mboeik pernah terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Provinsi NTT pada Pemilihan Umum Legislatif (Pemilu) 2009. Ketika menjabat sebagai Anggota DPD, Sarah juga terlibat sebagai Pengurus Kaukus Anti Korupsi DPD yang dideklarasikan pada 9 Desember 2009, bertepatan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia. 
             Henry Saragih lahir di Petumbukan, Deli Serdang, Sumatera Utara, 11 April 1964. Meraih gelar Sarjana (1988) dari Jurusan Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Uni-versitas Sumatera Utara (FISIP-USU). Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) periode 2014-2019 ini kerap menyelenggarakan berbagai forum tentang pembangunan alternatif, hak asasi manusia dan lingkungan hidup, serta gerakan perlawanan rakyat. Pada 1992, bersama beberapa kawan membentuk Serikat Petani Sumatera Utara yang kemudian menjadi Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) dan kembali berubah menjadi Serikat Petani Indo-nesia (SPI) pada 1998 serta bergabung dengan gerakan petani internasional, La Via Campesina. Kordinator Umum La Via Campesina selama dua periode (2004-2008 dan 2008-2013) yang banyak mengambil inisiatif dan berpartisipasi dalam pembuatan rancangan deklarasi PBB tentang hak asasi petani dan orang yang bekerja di perdesaan itu pernah memimpin aksi La Via Campesina mendesak WTO keluar dari sektor pertanian. Penerima penghargaan “Global Justice Award” dari Institute of Global Justice (IGJ, 2006) dan salah satu di antara “50 Tokoh Penyelamat Planet Bumi” oleh harian The Guardian, Inggris (2008), dan satu di antara “20 Green Giant” dari majalah Observer, Inggris (2011).
         Fatia Maulidiyanti adalah Koordinator KontraS untuk periode 2020-2023, seorang aktivis muda yang rekam jejaknya dalam perjuangan Hak Asasi Manusia dapat dilihat dari sepak terjangnya sebagai Kepala Divisi Advokasi Internasional organisasi tersebut. Ia secara konsisten melanjutkan agenda advokasi nasional pada beberapa kasus ke ranah internasional, baik melalui mekanisme resmi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) maupun melakukan advokasi jejaring internasional yang ditujukan untuk kampanye, seperti pada kasus Munir, kebebasan sipil, isu ekonomi, sosial, dan budaya, serta isu hak asasi manusia lainnya. Lulusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Parahyangan dan alumni dari Sekolah Hak Asasi Manusia (SeHAMA) KontraS pada tahun 2014 ini sejak awal memulai kiprahnya di KontraS karena ia melihat berbagai ancaman yang merundung hak asasi manusia, termasuk kondisi kebebasan berekspresi yang semakin menyempit baik di dunia nyata maupun dunia maya. 
            Erasmus Abraham Todo Napitupulu, S.H. adalah Direktur Eksekutif Institute of Criminal Justice Reform (ICJR). Erasmus merupakan alumnus Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dengan program peminatan Hukum Pidana dan Hak Asasi Manusia. Selain di ICJR, sebagai peneliti, Erasmus juga pernah bekerja di ELSAM Indonesia dan Indonesia Corruption Watch serta menjadi peneliti magang di Drug Policy Alliance (DPA) dan di Student for Sensible Drug Policy (SSDP) Washington DC, Amerika Serikat. Eksistensinya di dunia hukum pidana dan HAM menghasilkan berbagai publikasi diantaranya adalah terkait kebebasan berekspresi, perlindungan anak, perkawinan anak, RKUHP dan lain sebagainya. Selain itu, Erasmus juga terlibat dalam mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan isu-isu hak-hak konstitusional dan sering menjadi pembicara di berbagai seminar terkait hukum pidana dan HAM. 
04/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Kegiatan

Lomba VLOG Dalam Rangka 10 Tahun Berpulangnya Asmara Nababan

by hambali 03/10/2020
written by hambali
03/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Prayer

Tuhan adalah Gembalaku (Mazmur 23)

by hambali 02/10/2020
written by hambali

TUHAN adalah gembalaku takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku Ia menuntunaku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. … Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.

Kutipan Alkitab

02/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Prayer

Lebih Tinggi dari Bintang (Lobi Timbona Dope)

by hambali 02/10/2020
written by hambali

Lagu ini merupakan doa buat Bang As, dan ia merupakan salah satu lagu favorit Bang As. Berikut terjemahan dalam bahasa Indonesia, kemudian diikuti dengan teks dalam Bahasa Batak.

Lebih tinggi dari bintang yang memancarkan sinar untukmu. Tenang dan senanglah hatimu disana. Tiada lagi duka dan derita yang menimpamu. Tiada lagi duka dan derita yang menimpamu. Lebih tinggi lagi dari bintang, segala yang tersembunyi akan terlihat. Apa yang kau harapkan kini tercapai, sukacitamu akan meluap-luap, sukacitamu akan meluap-luap 

Lebih tinggi dari bintang; tidak akan ada lagi musuh yang menyerang engkau. Sampai kepadamulah kemenangan. Bersukacitalah engkau, bersukacitalah engkau. 

Lebih tinggi dari bintang, malaikat akan menjemput engkau. Akan dinyanyikannya engkau, karena kemenangan dari penderitaan yang berat, dari penderitaan yang berat.

Lobi timbona dope sian bintang; Do manondangi panondang di ho Sabam disi ma roham jala sonang; Arsak ni roha ndang dais be tu ho, Arsak ni roha ndang dais be tu ho 

Lobi timbona dope sian bintang; Gabe torang ma sude na buni Na hinirimmu nuaeng gabe jumpang; Las ni roham ndang mansohot disi, Las ni roham ndang mansohot disi 

Lobi timbona dope sian bintang; Ndang hahuaon ni musu be ho; Sahat tu ho ma disi hamonangan; Marolopolop tongtong nama ho, Marolopolop tongtong nama ho 

Lobi timbona dope sian bintang; Surusuruan na manomu ho; Endehononna ma ho, ala monang; Sian sitaonon na porsuk ho ro, San sitanonon na porsuk ho ro.

Dikutip dari Buku Ende

02/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Prayer

Doa untuk Pemerintah Indonesia di masa pandemi

by hambali 02/10/2020
written by hambali

Tuhan yang maha baik, Khalik semesta- di tengah begitu banyak kekacauan di Indonesia di masa pandemi ini, di mana para elit nampaknya lebih asyik bermain untuk mempertahankan atau meluaskan kekuasaannya daripada mengelola rakyat Indonesia agar dapat selamat melalui masa pandemi ini, maka saya memohon agar Engkau berkenan untuk mengetuk hati mereka dan mengingat tugas mereka sebagai aktor negara ke rakyatnya. Satukan kepentingan mereka yang terpecah-pecah, bantu agar mereka memiliki kebijaksanaan dan hati nurani sehingga sanggup dengan kompeten menghasilkan kebijakan koheren yang mengedepankan kesejahteraan rakyat di masa yang sulit ini. (Amin)

~ Anomim

02/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Blog

Berani Merangkul yang Berbeda dan Melakukan Kerja-Kerja Kecil

by hambali 02/10/2020
written by hambali

Bang As adalah seorang sosok yang terkadang terlihat sangat keras, apalagi dengan suaranya yang menggelegar seperti stereotypical orang Batak. Namun demikian dalam banyak saat ia menunjukkan kemampuan untuk menunjukkan dirinya sebagai pribadi yang penuh kasih kepada anak-anak muda dan bawahannya walaupun bukan bentuk kasih yang memanjakan. 

Ada dua saying yang akan selalu saya ingat dari beliau: yang pertama adalah “kalau berbuat baik kepada orang yang memang baik dan kita sayangi, itu biasa. Tapi berbuat baik kepada orang yang kita merasa kesal, itu baru luar biasa”. Dan yang kedua adalah “Kalau kau tidak bisa menyelesaikan hal-hal kecil dengan baik, maka jangan harap kau sukses dengan kerja-kerja besar”. Saya memaknai itu dalam keterlibatan dalam advokasi HAM sebagai dua hal yang penting untuk dipegang. 

Pesan pertama saya selalu ingat ketika saya melakukan advokasi dan harus berhadapan dengan orang yang memiliki sikap yang berbeda dengan saya, atau yang belum memahami hak asasi manusia sama sekali. Pada saat itu akan sangat mudah untuk meminggirkan orang-orang semacam itu dan tinggal di zona nyaman dan preaching to the choir. Tapi bila kita hanya berbicara dengan orang yang sudah paham dan sepakat dengan norma-norma hak asasi manusia, maka pada skala makro tidak akan ada perubahan yang terjadi. 

Pesan kedua buat saya juga penting karena dalam advokasi HAM terkadang kita terayu “panggung”, apakah untuk gengsi kita sendiri atau karena kepercayaan yang genuine  bahwa hanya dengan berteriak berapi-api di atas panggung kita dapat membuat perubahan. Namun demikian kerja-kerja kecil yang jauh dari lampu sorot juga sama pentingnya (kalau bukan lebih penting) dalam membuat perubahan yang berkelanjutan. Membuat organisasi yang bisa mewadahi calon-calon penggerak komunitas, mementori aktivis-aktivis muda, menjadi pelatih di acara-acara yang tidak populer, tidak berhonor tapi dihadiri oleh anak-anak muda, memberikan subsidi uang kuliah, hal-hal semacam ini adalah investasi Bang As untuk perubahan yang mungkin tidak dilihat orang, namun sama pentingnya dengan berbagai fungsi-fungsinya yang disorot banyak orang. 

Bang As, you are gone too soon, but your legacy lives on.

Penulis: (Anonim) 

02/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pendidikan & Seni

Majalah Kawanku

by hambali 02/10/2020
written by hambali

Berikut ini adalah beberapa sampel Majalah Kawanku. Majalah anak-anak ini didirikan pada tanggal 5 Agustus 1970 dan mengalami masa kejayaannya sampai menjelang tahun 1990. Asmara Nababan (saat itu masih berumur 24 tahun) turut mendirikan majalah ini bersama-sama dengan sastrawan kondang Toha Mohtar, sastrawan Julius S, Sastrawan dan pelukis Fadli Rasjid, serta penulis cerita anak Trim Sutidja. Bang As melihat majalah ini sebagai anak sulungnya, suatu proyek ideologis untuk bersumbangsih dalam pembentukan karakter anak melalui bacaan yang bermutu. Motto majalah ini adalah “Untuk meningkatkan akal budi dan pengembangan daya kreasi”

Majalah-Kawanku-Chapter-1-8

Majalah-Kawanku-Chapter-9-15

Majalah-Kawanku-Chapter-16-21

02/10/2020 0 comments
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Search

Recent Posts

  • Gerakan Demokrasi dan HAM dalam Perspektif Oekumenis: Presentasi Pendeta Gomar Gultom di Malam Refleksi Gerakan Demokrasi dan HAM di Indonesia 2045
  • Kata Sambutan Antonio Pradjasto di Malam Refleksi Gerakan Demokrasi dan HAM di Indonesia 2045
  • Asmara Berdemokrasi dan HAM (Cakrawala – 13 Desember 2020)
  • Bang As Tak Pernah Meninggalkan Orang: Presentasi Sarah Lery Mboeik di Malam Refleksi Gerakan Demokrasi dan HAM di Indonesia 2045
  • Peringatan 10 Tahun Kepergian Asmara Nababan: Presentasi Henri Saragih di Malam Refleksi Gerakan Demokrasi dan HAM di Indonesia 2045

Recent Comments

    Copyright 2020


    Back To Top
    Asmara Nababan
    • Home
    • Tentang Asmara Nababan
      • Awal Kehidupan
      • Pendidikan
      • Riwayat Pekerjaan
      • Kegiatan Lainnya
    • Warisan Pemikiran
      • Meniti Ombak Mewujudkan Kemanusiaan
      • Oase Bagi Setiap Kegelisahan
      • HAM dan Pembangunan
      • Demokrasi dan Tata Negara
      • Pendidikan dan Seni
    • Living Legacy
      • Arsip Video
      • Arsip Foto
      • Doa untuk Bang As & Bangsa
      • Kenangan & Buah Pemikiran Tentang Bang As
      • Kirim Tulisan
    • Info Kegiatan
    • id ID
      • id ID
      • en EN